Jumat, 20 Juni 2014

Naskah Roro, oleh Rara

Perempuan itu, namanya Roro dan Rara.Gadis kembar yang diberkahi semesta dengan kecantikan layaknya selir-selir raja.Sayang Roro harus meninggal dan Rara menjadi gila.Layaknya kutukan, kampung Pala yang kehilangan ikan meski berada dipinggir pesisir.Kematian Roro dan Rara yang menjadi gila membuat kampung Pala makin suram kehilangan asa.

Entah sejak kapan Kampung Pala menjadi krisis ikan.Meski begitu orang-orang tetap saja bertahan hidup dan tinggal dipesisir pantai ini.Tidak sebagai nelayan memang, kebanyakan orang-orang kampung menjadi buruh garam dan kuli pasir.Semesta masih menyisakan kebaikan untuk kampung ini, meski ikan tak ada, tapi material lain pantai tetap menghasilkan uang.

Mereka Roro dan Rara yang begitu dipuja oleh orang-orang kampung, namun juga dicibir oleh para perempuan pesisir lainnya, karena keirian.Roro dan Rara memang tak memiliki kulit gelap dan rambut kaku seperti halnya oang-orang yang tinggal dipesisir.Kulit mereka kuning langsat dengan rambut lurus jatuh yang hitam.Tak heran jika keberbedaan fisik mereka menjadi bahan omongan orang-orang pesisir, terutama para pemuda-pemuda pesisir.

Roro dan Rara gemar menggunakan sayak[1] selutut dengan motif bunga yang membuat kecantikan keduanya semakin sempurna. Meski tak berdandan dengan make up mahal, keduanya memiliki kecatikan yang diturunkan oleh para dewi. Adalah Ibu Kades yang begitu gemar menjahit baju-baju cantik untuk kedua anaknya.Hal ini juga dilakukan sebagai upaya promosi atas kreasi tangannya.Benar saja banyak yang akhirnya memesan baju kepada Ibu kades.Memesan baju persis seperti yang dipakai oleh kedua anaknya. Meski gadis-gadis kampung pesisir tahu, baju mirip yang dipesannya tak akanmembuatnya menyaingi kecantikan Roro dan Rara.

Tapi tak lama semesta mengizinkan kecantikan mereka sebagai anugrah.Luka sesegera menghampiri mereka.Sebuah tragedi besar dan mengerikan terjadi dan menghapus keindahan keduanya.Menjadi kutukan yang menyisakan kengerian bagi orang-orang kampung.Roro dan Rara tinggallah kecantikan yang ditimbun sejarah.Kampung Pala benar-benar dikutuk para Dewa.

Sekarang, Rara dipasung dan diasingkan dikandang bekas, belakang rumahnya.Atas kengerian yang diciptakannya. Ibunya terpaksa harus memasung dan membungkam mulutnya dengan kain, Karena Rara terus meneriakan kata-kataKami Diperkosa! Oleh mereka pemerkosa bercelana biru!Kami diperkosa! Kami diperkosa!Beberapa saat setelah penguburan Roro kakaknya.

Umpatan pilu yang terus saja diteriakan sejak kematian Roroadalah tragedi besar yang mengusik Kampung Pala.Maka orang-orang yang resah atas umpatan Rara meminta Ibu Kades untuk memasungnya.Sebenarnya orang-orang kampung tak sampai hati melakukannya.Tapi demi mimpi buruk yang terus menghantui akibat umpatan Rara, hal tersebut terpaksa harus dilakukan.

Kengerian ini berawal dari tragedi malam kamis saat pesta ulang tahun Kampung Pala, beberapa minggu yang lalu.Layaknya sebuah pesta.Kemeriahan dan suka cita perayaan menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh setiap orang di kampung Pala.Begitu pun dengan Roro dan Rara.Dua gadis anak Pak Kades ini adalah yang menjadi penanggung jawab atas terselenggaranya perhelatan besar kampungnya.

Persiapan telah dilakukan berhari-hari lalu.Mulai dari menghias jalanan dengan tirai panjang yang terbuat dari botol air mineral gelas yang dicat warna merah biru.Dipasang berderet sepanjang jalan dikampung Pala.Lalu mengganti cat Balai desa dengan warna putih susu, agar terlihat kemegahannya sebagai tempat yang digunakan sebagai panggung utama acara. Orkes dangdut ternama didatangkan langsung dari kota sebagai pengisi acara hiburan. Kampung Pala terlalu lama hidup dalam kesunyian.

Anak-anak pesisir dilatih untuk menari.Sebuah tarian yang dipercaya dapat mendatangkan keberkahan bagi kampung Pala disiapkan menjadi penampilan pembuka acara. Meski semua orang tahu, tarian tersebut tak akan membawa keberkahan laut adalah atas ikan-ikan dan ekositem lainya. Namun Kampung Pala adalah kampung pesisir yang tak memiliki keberkahan itu.Sudah sejak betahun-tahun lalu.Bahkan bau amisnya saja tak tercium.

Tiba saat perhelatan besar kampung berlangsung, semua orang berkumpul di pelataran balai desa kampung.Tua muda semua hadir untuk memeriahkan acara.Keindahan dekorasi dan lampu-lampu malam yang dipasang disekitaran balai semakin bercahaya saat Roro dan Rara hadir.Keduanya mengenakan sayak merah hitam selutut dengan lengan terbuka yang menawan. Dengan ikatan pita berwarna silver dipinggangnya. Juga bando silver dikepala Roro dan Jepitan Kupu-kupu berwarna silver disemat cantik di rambut Rara. Tentu saja sayak tersebut di jahit langsung oleh Ibu mereka, khusus dikenakan untuk acara besar kampung Pala.

Kemeriahan berlangsung semalam suntuk.Orkes dangdut terus saja menggoyang orang-orang dengan lagu-lagunya.Ada tiga penyanyi perempuan disiapkan untuk menghibur kampung selama semalam suntuk. Semuanya orang larut dalam joget yang menggairahkan, entah sesendu dan sesedih apa lagu yang dinyanyikan, para penyanyi tetap saja bergoyang panas diatas panggung.
Pukul 01.00 dini hari.Roro mengajak adiknya Rara untuk pulang karena sudah mengantuk.

Yangtersisa tinggal para muda-mudi saja. Ayah dan Ibu dan para orang tua telah pulang. Ayo kita pulang.Aku lelah ingin tidur dirumah.
Sebentar yu, kita habiskan satu lagu ini setelahnya kita pulang.Mbakyu duduk saja dulu nanti tak ampiri kalo selesai jogetnya.
Jangan lama-lama, nanti Ayah dan Ibu khawatir kita belum pulang selarut ini.
Ah, paling mereka sudah terlelap kecapekan. Lagian ini kan acara kampung kita sendiri, semua orang kenal kita.
Iyalah, cepat.Aku tunggu disana, aku sudah ngantuk ini.
Iya iyaa…

Roro mengambil kursi dipojok keramaian.Menyusunnya dan meletakan kedua kakinya diatas kursi.Menyesuaikan dudukagar nyaman dan dapat tertidur sejenak sambil menunggu adiknya.
Tepuk tangan meriah disambut suit-suit para pemuda menggema sesaat setelah lagu berakhir dinyanyikan sang biduan. Rara mendesah.Ia ingin melanjutkan jogetnya, tapi kakaknya sudah mengajaknya pulang. Dia mundur dari kerumunan dan menuju kakaknya untuk pulang.
Dalam perjalanan pulang keduanya bertemu dengan empat orang pemuda bercelana biru.Pemuda itu mencegat keduanya.Menggoda dan memaksa keduanya untuk ikut bersama mereka.Roro dan Rara jelas saja menolak.Tapi pemuda-pemuda tidak main-main, mereka memaksa dan menyeret kedua gadis itu bersama mereka.

Teriakan pilu Rara, memecah keheningan malam. Disampaing Pabrik Garam, diujung Pesisir kampung Rara memangku tubuh kakaknya yang telah berdarah tertusuk perutnya. Keduanya diperkosa, dan karena Roro melakukan perlawananakhirnya dibunuh dan setelahnya ditinggal atas kepanikan pemuda-pemuda itu. Malangnya Rara dibiarkan hidup dan menyaksikan kakaknya diperkosa lalu ditusuk oleh pemuda-pemuda itu.Sejak kejadian malam itu, Rara kehilangan jiwanya. Rara gila!
Tapi untungnya sebelum gila, Rara menuliskan sebuah naskah.Rara berusaha bercerita tentang kematian kakaknya yang diperkosa oleh pemuda-pemuda pesisir yang mengenakan celana biru.Dia menuliskannya diatas karung bekas pembungkus garam dengan tinta darah kakaknya.Naskah-naskah itu ditempel oleh Rara di dinding-dinding pabrik garam.Hampir menutup semua bagian dinding pabrik tersebut.
Lalu setelahnya Rara melepas semua pakaiannya.Tubuhnya yang kuning langsat dibiarkanya begitu saja terbuka.Perlahan Rara duduk disamping mayat kakaknya danmengoles darah kakaknya kesekujur tubuhnya. Kini tubuhnyaberubah menjadi merah dan berbau amis.

Saat matahari terbit dari singgah sana, Rara berjalan pulang menggendong mayat Kakaknya. Keduanya tanpa busana dan berlumuran darah.Dua gadis yang dipuji dengan keberkahan semesta kini menjadi seperti kutukan bagi orang-orang kampung. Beberapa pemuda berlari terbirit-birit saat melihat-nya, meski beberapa yang lain sempat mengintip bagian tubuh Rara yang tetap jelas telihat meski telah berlumur darah dalam temaram cahaya subuh. Tak ada yang berani mendekat.Bahkan orang-orang alim hanya menutup mata dan mengucapkan kalimat Tuhan tanpa melakukan apa-apa ataupun bertanya, saat Rara melewati Masjid menuju rumahnya.Semua orang sudah tak punya pandangan nurani lagi.

Sampai pada pintu depan rumahnya, Rara menendang pintu mencoba membangunkan isi Rumah. Perempuan dan Laki-laki Paruh baya yang adalah Ayah dan Ibunya, membuka pintu dan terbelalak menyaksikan kedua putrinya. Sang Ibu menjerit dan Pingsan seketika, sementara sang Ayah tak punya jantung yang cukup kuat untuk menyaksikan adegan mengerikan tersebut. Tak lama, kemudian kemanusiaan orang-orang kampungterutama tetangganya mulai terpanggil, lalu menghampiri rumah Kepala Desa, lebih karena tak enak olehjeritanIbu Kades dan ketakutan mereka kepada Kepala Desa.

Roro dan Rara terbaring dalam kasur putih, masih dengan tubuh berlumur darah.Hanya Roro terbaring dalam kematiannya yang menyedihkan, sedang Rara terbaring dengan kematian jiwanya ditinggal saudara kembarnya Roro.

Sekarang, akhirnya Kampung Pala berbau amis. Sayangnya bukan karena amis ikan, tapi amis darah Roro malang yang berbekas diudara.Juga coretan naskah darah Rara yang masih tertempel di dinding-dinding pabrik garam.Entah kenapa, tak ada satupun yang berani melepas naskah tersebut. Mungkin takut akan tuduhan bahwa yang melepas tulisan adalah pelaku pemerkosaan Roro.
Sekarang pabrik garam yang berdiri tak cukup kokoh itu, dengan dinding-dinding kayu rapuh berubah menjadi suram dalam kengerian naskah-naskah Rara.
Kami diperkosa oleh pemuda bercelana biru.
Vagina kami dicabik lalu ditusuk dan berdarah.
Sayak Kami dirobek tanpa ampun.
Jiwa kami kini mati.
Meski hanya aku yang masih bernafas!
Ingatan ku mencatat, Kami diperkosa oleh pemuda bercelana biru
               



[1]Dress perempuan dengan model pinggang yang ramping